Selasa, 08 November 2016

KONSEP-KONSEP DASAR KIMIA ORGANIK FISIK

Adapun konsep-konsep yang diperlukan dalam mempelajari struktur molekul senyawa organik :

A. Keelektronegatifan
B. Ikatan Hidrogen
C. Gaya Van Der Waals
D. Polarizabilities
E. Gugus Fungsi
F.  Efek Induksi
G. Resonansi
H. Hiperkonjugasi
I.   Toutomeri
J.   Regangan Ruang

A. Keelektronegatifan


Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polar dengan ikatan kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan (kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin besar nilai elektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom untuk menarik pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu periode, elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam satu golongan, akan turun dari atas ke bawah.


Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam ikatan adalah sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang terlibat pada ikatan sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang menarik pasangan elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih bermuatan negatif; sedangkan atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan positif. Ikatan ini terbentuk bila atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah berbeda. Semakin besar beda elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, apabila beda elektronegativitas atom-atom sangat besar, maka yang akan terbentuk justru adalah ikatan ionik. Dengan demikian, beda elektronegativitas merupakan salah satu cara untuk meramalkan jenis ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur yang berikatan.

Metode yang umumnya sering digunakan adalah metode Pauling. Hasil perhitungan ini menghasilkan nilai yang tidak berdimensi dan biasanya dirujuk sebagai skala Paulingdengan skala relatif yang berkisar dari 0,7 sampai dengan 4,0 (hidrogen = 2,2). Bila metode perhitungan lainnya digunakan, terdapat sebuah konvensi (walaupun tidak diharuskan) untuk menggunakan rentang skala yang sama dengan skala Pauling: hal ini dikenal sebagai elektronegativitas dalam satuan Pauling.


B. Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen adalah ikatan antar molekul (bukan antar atom). Ikatan ini terjadi pada senyawa-senyawa yang sangat polar seperti HF, H2O, dan NH3. Sebagai contoh antar molekul HF dengan molekul H2O, H2O – H2O, HF-HF, H2O-NH3, dst-dst. Lebih jelasnya ikatan ini terjadi antara atom yang sangat elektronegatif dari suatu molekul dengan atom yang kurang elektronegatif dari molekul yang lain, misal antara atom F dari molekul HF dengan atom H dari molekul H2O.
Beberapa Senyawa yg menglami ikatan Hidrogen ntralain:

– H2O
– HF
– NH3
– C2H4O (etanol) dan lain-lain.

Iktan hidrogen trjdi ketika ada molekul F, N, O yg memiliki psangan e bebas. pasangan e bebas tdi menarik satu/beberapa atom H dri dari molekul lain yg akhirnya membentuk ikatan Hidrogen satu sama lain. Intinya senyawa yg mengandung salah satu dri F, N, O. Yg didalamnya terdpat H pasti berikatan Hidrogen.
Ikatan ini tidak terlalu kuat shg lebih gampang diputuskan drpd ikatan ionik maupun kovalen, aplagi dibanding ikatan logam.

IKATAN HIDROGEN DAN IKATAN VAN DER WAALS

Gaya antarmolekul adalah gaya elektromagnetik yang terjadi antara molekul atau antara bagian yang terpisah jauh dari suatu makromolekul. Gaya-gaya ini dapat berupa kohesi antara molekul serupa, seperti contohnya pada tegangan permukaan, atau adhesi antara molekul tak serupa, contohnya pada kapilaritas. Gaya-gaya ini, dimulai dari yang paling kuat, terdiri dari: interaksi ionik, ikatan hidrogen, interaksi dwikutub (dipole), dan gaya Van der Waals.

a. Ikatan Hidrogen
Dalam kimia, ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antarmolekul yang terjadi antara dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan. Walaupun lebih kuat dari kebanyakan gaya antarmolekul, ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan kovalen dan ikatan ion. Dalam makromolekul seperti protein dan asam nukleat, ikatan ini dapat terjadi antara dua bagian dari molekul yang sama. dan berperan sebagai penentu bentuk molekul keseluruhan yang penting.
Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah molekul memiliki atom N, O, atau F yang mempunyai pasangan elektron bebas (lone pair electron). Hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen dengan besar ikatan bervariasi mulai dari yang lemah (1-2 kJ mol-1) hingga tinggi (>155 kJ mol-1).
Kekuatan ikatan hidrogen ini dipengaruhi oleh perbedaan elektronegativitas antara atom-atom dalam molekul tersebut. Semakin besar perbedaannya, semakin besar ikatan hidrogen yang terbentuk.
Ikatan hidrogen mempengaruhi titik didih suatu senyawa. Semakin besar ikatan hidrogennya, semakin tinggi titik didihnya. Namun, khusus pada air (H2O), terjadi dua ikatan hidrogen pada tiap molekulnya. Akibatnya jumlah total ikatan hidrogennya lebih besar daripada asam florida (HF) yang seharusnya memiliki ikatan hidrogen terbesar (karena paling tinggi perbedaan elektronegativitasnya) sehingga titik didih air lebih tinggi daripada asam florida. Contoh Ikatan Hidrogen (H20).

C. Gaya Van der Waals

Gaya van der Waals dalam ilmu kimia merujuk pada jenis tertentu gaya antar molekul. Istilah ini pada awalnya merujuk pada semua jenis gaya antar molekul, dan hingga saat ini masih kadang digunakan dalam pengertian tersebut, tetapi saat ini lebih umum merujuk pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul menjadi dipol.
Gaya Van Der Waals terjadi akibat interaksi antara molekul-molekul non polar (Gaya London), antara molekul-molekul polar (Gaya dipole-dipol) atau antara molekul non polar dengan molekul polar (Gaya dipole-dipol terinduksi). Ikatan Van Der Waals terdapat antar molekul zat cair atau padat dan sangat lemah. Gaya Van Der Waals dahulu dipakai untuk menunjukkan semua jenis gaya tarik-menarik antar molekul. Namun kini merujuk pada pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul yang terlemah menjadi dipole seketika. Pada saat tertentu, moleku-molekul dapat berada dalam fase dipole seketika ketika salah satu muatan negative berada di sisi tertentu. Dalam keadaan dipol ini, molekul dapat menarik atau menolak electron lain dan menyebabkan atom lain menjadi dipole. Gaya tarik menarik yang muncul sesaat ini merupakan gaya Van Der Waals.
Karena gaya ini sangat lemah maka zat yang mempunyai ikatan van der waals akan mempunyai titik didih yang sangat rendah. Meskipun demikian gaya van der waals bersifat permanen dan lebih kuat dari gaya london. Contoh gaya van der waals terdapat pada senyawa hidrokarbon. Gaya ini dibagi menjadi dua, yaitu gaya London dan gaya tarik dipol.

a. Gaya London
Gaya London (gaya dispersi) merupakan gaya tarik- menarik antarmolekul nonpolar akibat adanya dipol terimbasyang ditimbulkan oleh perpindahan elektron dari satu orbital ke orbital yang lain membentuk dipol sesaat. Gaya London mengakibatkan molekul non¬polar bersifat agak polar.
Gaya London ditemukan oleh fisikawan Jerman yang bernama Fritz London pada tahun 1928.

Jenis gaya tarik yang sangat lemah ini umumnya terjadi di antara molekul-molekul kovalen nonpolar, seperti N2, H2, atau CH4. Gaya tarik ini dihasilkan oleh menyurut dan mengalirnya orbital-orbital elektron sehingga memberikan pemisahan muatan yang sangat lemah dan sangat singkat di sekitar ikatan. Gaya London meningkat seiring bertambahnya jumlah elektron. Gaya London juga meningkat seiring bertambahnya massa molar zat, sebab molekul yang memiliki massa molar besar cenderung memiliki lebih banyak elektron. Adanya percabangan pada molekul akan menurunkan kekuatan gaya London, sebab adanya percabangan akan memperkecil area kontak antarmolekul. Titik didih senyawa sebanding sekaligus mencerminkan kekuatan gaya London.

b. Gaya Tarik Dipol
Molekul-molekul polar cenderung menyusun diri dengan cara saling mendekati kutub positif dari suatu molekul dengan kutub negatif molekul yang lain. Gaya tarik-menarik ini disebut gaya tarik dipol. Semakin besar momen dipol yang dimiliki suatu senyawa, semakin besar gaya tarik dipol yang dihasilkan. Gaya ini lebih kuat daripada gaya London. Oleh karena itu, molekul yang mengalami gaya tarik dipol memiliki titik didih dan titik leleh yang lebih tinggi daripada molekul yang mengalami gaya London (Mr hampir sama).


Klasifikasi Gaya Van der Waals

Gaya Van Der Walls dapat dibagi berdasarkan jenis kepolaran molekulnya, yaitu :

1.      Interaksi ion – dipole
Gaya antarmolekul ini terjadi antara ion dan senyawa kovalen polar. Ketika dilarutkan dalam senyawa kovalen polar, senyawa ion akan terionisasi menjadi ion positif dan ion negatif. Ion positif akan tarik menarik dengan dipol negatif, dan sebaliknya.
Selain gaya ion-dipol, juga dikenal gaya ion-dipol sesaat, dimana terjadi dari interaksi antar gaya dipol-dipol terinduksi dengan gaya ion-dipol. Jika ion dari senyawa ion berdekatan dengan molekul nonpolar, ion tersebut dapat menginduksi dipol molekul nonpolar. Dipol terinduksi molekul nonpolar yang dihasilkan akan berikatan dengan ion.
Gaya Ion-dipol

Interaksi ion - dipol merupakan interaksi (berikatan) / tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol).Interaksi ini termasuk jenis interaksi yang relatif cukup kuat.
Contoh :         H+ + H2 H3O+
                      Ag+ + NH3  Ag(NH3)+
Sebagai contoh, NaCl (senyawa ion) dapat larut dalam air (pelarut polar) dan AgBr (senyawa ion) dapat larut dalam NH3 (pelarut polar).


2. Interaksi dipol - dipol
Interaksi dipol - dipol merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol). Interaksi ini terjadi antara ekor dan kepala dimana jika berlawanan kutub maka akan tarik-menarik dan sebaliknya. Tanda "+" menunjukkan dipol positif, tanda "-" menunjukkan dipol negatif
Molekul seperti HCl memiliki dipol permanen karena klor lebih elektronegatif dibandingkan hidrogen. Kondisi permanen ini, pada saat pembentukan dipol akan menyebabkan molekul saling tarik menarik satu sama lain. Molekul yang memiliki dipol permanen akan memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan molekul yang hanya memiliki dipol yang berubah-ubah secara sementara.
Agak mengherankan dayatarik dipol-dipol agak sedikit dibandingkan dengan gaya dispersi, dan pengaruhnya hanya dapat dilihat jika kamu membandingkan dua atom dengan jumlah elektron yang sama dan ukuran yang sama pula. Sebagai contoh, titik didih etana, CH3CH3, dan fluorometana, CH3F adalah:
Keduanya memiliki jumlah elektron yang identik, dan ukurannya hampir sama – seperti yang terlihat pada diagram. Hal ini berarti bahwa gaya dispersi kedua molekul adalah sama. Titik didih fluorometana yang lebih tinggi berdasarkan pada dipol permanen yang besar yang terjadi pada molekul karena elektronegatifitas fluor yang tinggi.
Akan tetapi, walaupun memberikan polaritas permanen yang besar pada molekul, titik didih hanya meningkat kira-kira 10°. Berikut ini contoh yang lain yang menunjukkan dominannya gaya dispersi. Triklorometan, CHCl3, merupakan molekul dengan gaya dispersi yang tinggi karena elektronegatifitas tiga klor.
Hal itu menyebabkan dayatarik dipol-dipol lebih kuat antara satu molekul dengan tetangganya. Dilain pihak, tetraklorometan, CCl4, adalah non polar. Bagian luar molekul tidak seragam - in pada semua arah. CCl4hanya bergantung pada gaya disperse.

3. Interaksi ion - dipol terinduksi
Interaksi ion - dipol terinduksi merupakan interaksi antara aksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul netral yang menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada didekatnya.Partikel penginduksi tersebut dapat berupa ion atau dipol lain dimana kemampuan menginduksi ion lebih besardaripada kemampuan menginduksi dipol karena muatan ion yang juga jauh lebih besar.
Interaksi ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil daripada dipol permanen.
Contoh :   I- + I2  I3

4. Interaksi dipol - dipol terinduksi
Suatu molekul polar yang berdekatan dengan molekul nonpolar, akan dapat menginduksi molekul nonpolar. Akibatnya. Molekul nonpolar memiliki dipol terinduksi.
Dipol dari molekul polar akan saling tarik-menarik dengan dipol terinduksi dari molekul nonpolar. Contohnya terjadi pada interaksi antara HCl (molekul polar) dengan Cl2 (molekul nonpolar).

5. Interaksi dipol terinduksi - dipol terinduksi
Mekamisme terjadinya interaksi dipol terinduksi - dipol terinduksi :
Pasangan elektron suatu molekul, baik yang bebas maupun yang terikat selalu bergerak mengelilingi inti elektron yang bergerak dapat mengimbas atau menginduksi sesaat pada tetangga sehingga molekul tetangga menjadi polar terinduksi sesaat molekul ini pula dapat menginduksi molekul tetangga lainnya sehingga terbentuk molekul-molekul dipol sesaat.

Fakta Yang Menunjukkan Adanya Gaya Van der Waal
Banyak bukti menunjukkan bahwa ada gaya tarik antara molekul,contohnya Cl2.
Cl           Cl . .  . . . . . . Cl           Cl

            Gaya van der  waals
Gaya ini disebut gaya van der waals dan sangat lemah dibandingkan ikatan ion dan kovalen.Dalam molekul Clterdapat ikatn kovalen dengan energi ikatan 240 kj/mol,dan antara molekul Cl2  terdapat gaya van der waals sebesar 21 kj/mol.
Gaya van der waals dapat terjadi antara partikel yang sama atau berbeda .sama halnya dengan gaya kohesi (gaya antara partikel – partikel zat yang sama ) yang di pelajari disekolah lanjutan. Gaya ini terjadi karena adanya sifat kepolaran partikel tersebut. Makin kecil kepolaran makin kecil pula gaya van der waals-nya.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Ikatan Van Der Waals
Gaya London ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1.      Jumlah electron dalam atom atau molekul
Makin besar ukuran atom atau molekul, makin besar jumlah elektron sehingga makin jauh pula elektron terluar dari inti dan makin mudah awan elektron terpolarisasi, serta makin besar gaya dispersi.

2.      Bentuk molekul
Molekul yang memanjang/tidak bulat, lebih mudah menjadi dipole dibandingkan dengan molekul yang bulat sehingga gaya disperse londonnya akan semakin besar.
Ikatan Van der Waals juga ditemukan pada polymer dan plastik. Senyawa ini dibangun oleh satu rantai molekul yang memiliki atom karbon, berikatan secara kovalen dengan berbagai atom seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan atom lainnya. Interaksi dari setiap untaian rantai merupakan ikatan Van der Waals. Hal ini diketahui dari pengamatan terhadap polietilen, polietilen memiliki pola yang sama dengan gas mulia, etilen berbentuk bentuk gas menjadi cairan dan mengkristal atau memadat sesuai dengan pertambahan jumlah atom atau rantai molekulnya. Dispersi muatan terjadi dari sebuah molekul etilen, C2H4, yang menyebabkan terjadinya dipol temporer serta terjadi interaksi Van der Waals. Dalam kasus ini molekul H2C=CH2, selanjutnya melepaskan satu pasangan elektronnya dan terjadi ikatan yang membentuk rantai panjang atau polietilen. Pembentukan rantai yang panjang dari molekul sederhana dikenal dengan istilah polimerisasi.

3.      Kepolaran molekul
Karena Ikatan Van Der Waals muncul akibat adanya kepolaran, maka semakin kecil kepolaran molekulnya maka gaya Van Der Waalsnya juga akan makin kecil.

4.      Titik didih gas mulia adalah
helium
-269°C
neon
-246°C
argon
-186°C
kripton
-152°C
xenon
-108°C
radon
-62°C

Semua unsur tersebut berada pada molekul monoatomik.
     Alasan yang mendasari bahwa titik didih meningkat sejalan dengan menurunnya posisi unsur pada golongan adalah kenaikan jumlah elektron, dan juga tentunya jari-jari atom. Lebih banyak elektron yang dimiliki, dan lebih menjauh sejauh mungkin, yang paling besar memungkinkan dipol sementara terbesar dan karena itu gaya dispersi paling besar. Karena dipol sementara lebih besar, molekul xenon lebih melekat (stickier) dibandingkan dengan molekul neon. Molekul neon akan berpisah satu sama lain pada temperatur yang lebih rendah dibandingkan molekul xenon – karena itu neon memiliki titik didih yang lebih rendah.

D. Polarizabilitas
Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul disebut polarisabilitas. Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul akan bertambah besar apabila molekul tersebut memiliki jumlah elektron yang semakin besar pula. Didalam polarizabilitas memiliki aturan sebagai berikut :
Mr senyawa tinggi = suhu tinggi = polarisabilitas tinggi
Rantai senyawa panjang dan lurus = polarisabilitas tinggi.



E. Gugus fungsi

Atom atau kelompok atom yang paling menentukan sifat suatu senyawa dan merupakan ciri khas dari suatu deret homolog kimia karbon disebut gugus fungsi. Jika etana (C2H6) memiliki deret homolog alkana, dan satu atom H-nya digantikan dengan gugus alkohol (—OH) maka menjadi C2H5OH. Maka, akan berdampak pada perubahan sifat senyawa (fisis dan kimia) dari etana ke etanol (C2H5OH). Kesimpulan: gugus fungsi akan membuat sifat dan struktur alkana berubah, tetapi masih dalam satu deret homolog.



F. EFEK INDUKSI

Induksi sifat induksi terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan. Gejala elektrostatik diteruskan melalui rantai karbon. Efek induksi terdiri atas dua yaitu +I (pendorong elketron) dan –I (penarik elektron).
Menurut konvensi gugus electron yang lebih besar dari Hydrogen merupakan efek induksi –I , sedangkan gugus penarik electron yang lebih lemah dari Hydrogen merupakan efek induksi +I.
Gugus alkyl yang terikat pada gugus fungsi senyawa organik merupakan gugus pendorong elektron, dimana semakin besar alkyl yang terikat pada gugus fungsi akan mengakibatkan faktor +I semakin besar.


G. Resonansi/mesomeri
Faktor lain yang mempengaruhi kereaktifan senyawa oraganik selain efek induksi yakni faktor mesomeri. Efek induksi tidak dapat menjelaskan pengaruh keasamaan senyawa asam karboksilat dalam bentuk aromatic, maka factor mesomeri yang berperan untuk menentukan keasaman senyawa asam karboksilat tersebut. Jadi faktor induksi berperan untuk senyawa alifatik. Disamping itu juga faktor induksi berperan terhadap sterik molekul
Efek mesomeri identik dengan efek resonansi. Syarat resonansi adanya bentuk ikatan tunggal-rangkap, pasangan elektron bebas, orbital kosong. Mesomeri terjadi karena adanya perpindahan electron atau yang berhubungan dengan kojugasi/resonansi dari subsituen yang terikat senyawa aromatis. Mesomeri terdiri dari +M (elektron diberikan kepada sistem aromatis) dan –M (elektron diambil/ditarik dari sistem aromatis).
+M merupakan mesomeri dimana elektron diberikan kepada sistem aromatis atau adanya subsituen yang terikat pada sistem aromatis yang bersifat sebagai pendorong elektron. Misal senyawa fenol dimana gugus hidroksi yang terikat pada aromatis merupakan +M dimana dalam bentuk struktur resonansi ion fenolat muatan negative terstabilkan sehingga manambah kerapatan elektron pada posisi arto dan para .
Urutan reaktivitas mesomeri +M subsituen yang terikat pada sistem aromatis adalah sebagai berikut :
-M merupakan mesomeri dimana elektron diambil dari sistem aromatis atau adanya subsituen yang teriakat pada sistem aromatis yang bersifat sebagai penarik elektron. Misal senyawa nitrobenzene dimana gugus nitro yang teriakat pada benzen merupakan –M dimana dalam bentuk struktur resonansi nitrobenzen muatan parsial + pada posisi arto dan para, oleh karena itu nitro benzen merupakan pengarah meta jika direaksikan dengan subsitusi elektrofilik. Jadi adanya –M pada sistem aromatik akan mengurangi kerapatan elektron. Contoh :




H. Hiperkonyugasi
Hiperkonjugasi disebut juga sebagai resonansi tanpa ikatan. Hiperkonjugasi merupakan Konyugasi antara ikatan C-H dengan elektron p, peb atau orbital kosong yang delokalisasinya melibatkan elektron σ. Hiperkonjugasi dapat meningkatakan kestabilan molekul dengan semakin banyaknya Hα maka suatu molekul tersebut akan semakin stabil. Efek dari hiperkonjugaasi ini yaitu perubahan dari suatu ikatan C-H menjadi ikatan C=C atau CC oleh Hα.

Hiperkonjugasi di atas dapat dipandang sebagai overlap antara orbital σ ikatan CH dengan orbital π ikatan C=C, analog dengan overlap π-π.


I.Tautomeri
Tautomer merupakan suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam dan dapat berada dalam dua bentuk yaitu tautomer keto dan sebuah tautomer enol. Sedangkan tautomeri adalah perpindahan atom dalam satu molekul menjadi isomer. Di dalam peristiwa tautomeri ada proton yang berpindah dari satu atom dalam satu molekul ke atom yang lain menjadi molekul lain. Bentuk tautomeri yang paling umum adalah tautomeri antara senyawa karbonil yang mengandung hidrogen-α dengan bentuk enolnya.

Bentuk keto berbeda dari bentuk enol dalam hal pemilikan ikatan C-H, C-C, dan C=O, di mana enol mempunyai ikatan C=C, C-O, dan O-H. Jika R mengandung ikatan rangkap yang dapat berkonjugasi dengan ikatan rangkap enol, jumlah enol menjadi besar dan bahkan bisa menjadi dominan. Ester mempunyai enol yang lebih banyak daripada keton. Keberadaan enol sangat dipengaruhi oleh pelarut, konsentrasi, dan suhu.


J. Regangan Ruang

                  Regangan ruang adalah besarnya regangan pada struktur senyawa kimia berbentuk siklik untuk menunjukkan seberapa besarnya regangan ruang dari cicin siklik tersebut. Dimana tabel data mengenai regangan ruang dapat dilihat pada tabel berikut :


        “teori regangan Baeyer” (Baeyer’s strain theory). Menurut teori ini, senyawa siklik seperti halnya sikloalkana membentuk cincin datar. Bila sudut-sudut ikatan dalam
senyawa siklik menyimpang dari sudut ikatan tetrahedral (109,) maka molekulnya mengalami Regangan.   Contoh Sikloalkana,  Makin besar penyimpangannya terhadap sudut ikatan tetrahedral, molekulnya makin regang, dan berakibat molekul tersebut makin reaktif. Sikoalkana memiliki kereaktifan yang sangat mirip dengan alkana, kecuali untuk sikloalkana yang sangat kecil – khususnya siklopropana.


Daftar Pustaka

http://kampungilmu-fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail-116245-Kimia%20Organik-SIFAT%20INTRAMOLEKULAR.html








Tidak ada komentar:

Posting Komentar