Adapun
konsep-konsep yang diperlukan dalam mempelajari struktur molekul senyawa
organik :
A.
Keelektronegatifan
B.
Ikatan Hidrogen
C.
Gaya Van Der Waals
D.
Polarizabilities
E.
Gugus Fungsi
F.
Efek Induksi
G.
Resonansi
H.
Hiperkonjugasi
I.
Toutomeri
J.
Regangan Ruang
A.
Keelektronegatifan
Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polar dengan ikatan kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan (kemampuan) suatu atom
untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin besar nilai elektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom
untuk menarik pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu
periode, elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam
satu golongan, akan turun dari atas ke bawah.
Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua
atom yang terlibat dalam ikatan adalah sama atau bila beda elektronegativitas dari
atom-atom yang terlibat pada ikatan sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang
menarik pasangan elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih
bermuatan negatif; sedangkan atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan
positif. Ikatan ini terbentuk bila atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah
berbeda. Semakin besar beda
elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang bersangkutan. Sebagai
tambahan, apabila beda
elektronegativitas atom-atom sangat besar, maka yang akan terbentuk
justru adalah ikatan ionik.
Dengan demikian, beda
elektronegativitas merupakan salah satu cara untuk meramalkan jenis
ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur yang berikatan.
Metode yang umumnya sering digunakan adalah metode Pauling. Hasil perhitungan ini menghasilkan nilai yang tidak berdimensi dan biasanya dirujuk sebagai skala Paulingdengan skala relatif yang berkisar dari 0,7 sampai dengan 4,0 (hidrogen = 2,2). Bila metode perhitungan lainnya digunakan, terdapat sebuah konvensi (walaupun tidak diharuskan) untuk menggunakan rentang skala yang sama dengan skala Pauling: hal ini dikenal sebagai elektronegativitas dalam satuan Pauling.
B. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah ikatan antar
molekul (bukan antar atom). Ikatan ini terjadi pada senyawa-senyawa yang sangat
polar seperti HF, H2O, dan NH3. Sebagai contoh antar molekul HF dengan molekul
H2O, H2O – H2O, HF-HF, H2O-NH3, dst-dst. Lebih jelasnya ikatan ini terjadi
antara atom yang sangat elektronegatif dari suatu molekul dengan atom yang
kurang elektronegatif dari molekul yang lain, misal antara atom F dari molekul
HF dengan atom H dari molekul H2O.
Beberapa
Senyawa yg menglami ikatan Hidrogen ntralain:
– H2O
– HF
– NH3
– C2H4O
(etanol) dan lain-lain.
Iktan hidrogen
trjdi ketika ada molekul F, N, O yg memiliki psangan e bebas. pasangan e bebas
tdi menarik satu/beberapa atom H dri dari molekul lain yg akhirnya membentuk
ikatan Hidrogen satu sama lain. Intinya senyawa yg mengandung salah satu dri F,
N, O. Yg didalamnya terdpat H pasti berikatan Hidrogen.
Ikatan ini
tidak terlalu kuat shg lebih gampang diputuskan drpd ikatan ionik maupun
kovalen, aplagi dibanding ikatan logam.
IKATAN HIDROGEN
DAN IKATAN VAN DER WAALS
Gaya antarmolekul adalah gaya elektromagnetik
yang terjadi antara molekul atau antara bagian yang terpisah jauh dari suatu
makromolekul. Gaya-gaya ini dapat berupa kohesi antara molekul serupa, seperti
contohnya pada tegangan permukaan, atau adhesi antara molekul tak serupa,
contohnya pada kapilaritas. Gaya-gaya ini, dimulai dari yang paling kuat,
terdiri dari: interaksi ionik, ikatan hidrogen, interaksi dwikutub (dipole),
dan gaya Van der Waals.
a. Ikatan
Hidrogen
Dalam kimia,
ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antarmolekul yang terjadi antara dua
muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan. Walaupun lebih kuat
dari kebanyakan gaya antarmolekul, ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan
kovalen dan ikatan ion. Dalam makromolekul seperti protein dan asam nukleat,
ikatan ini dapat terjadi antara dua bagian dari molekul yang sama. dan berperan
sebagai penentu bentuk molekul keseluruhan yang penting.
Ikatan hidrogen
terjadi ketika sebuah molekul memiliki atom N, O, atau F yang mempunyai
pasangan elektron bebas (lone pair electron). Hidrogen dari molekul lain akan
berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen
dengan besar ikatan bervariasi mulai dari yang lemah (1-2 kJ mol-1) hingga
tinggi (>155 kJ mol-1).
Kekuatan ikatan
hidrogen ini dipengaruhi oleh perbedaan elektronegativitas antara atom-atom
dalam molekul tersebut. Semakin besar perbedaannya, semakin besar ikatan
hidrogen yang terbentuk.
Ikatan hidrogen
mempengaruhi titik didih suatu senyawa. Semakin besar ikatan hidrogennya,
semakin tinggi titik didihnya. Namun, khusus pada air (H2O), terjadi dua ikatan
hidrogen pada tiap molekulnya. Akibatnya jumlah total ikatan hidrogennya lebih
besar daripada asam florida (HF) yang seharusnya memiliki ikatan hidrogen
terbesar (karena paling tinggi perbedaan elektronegativitasnya) sehingga titik
didih air lebih tinggi daripada asam florida. Contoh Ikatan Hidrogen (H20).
C. Gaya Van der
Waals
Gaya van der
Waals dalam ilmu kimia merujuk pada jenis tertentu gaya antar molekul. Istilah
ini pada awalnya merujuk pada semua jenis gaya antar molekul, dan hingga saat
ini masih kadang digunakan dalam pengertian tersebut, tetapi saat ini lebih
umum merujuk pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul menjadi dipol.
Gaya Van Der
Waals terjadi akibat interaksi antara molekul-molekul non polar (Gaya London),
antara molekul-molekul polar (Gaya dipole-dipol) atau antara molekul non polar
dengan molekul polar (Gaya dipole-dipol terinduksi). Ikatan Van Der Waals
terdapat antar molekul zat cair atau padat dan sangat lemah. Gaya Van Der Waals
dahulu dipakai untuk menunjukkan semua jenis gaya tarik-menarik antar molekul.
Namun kini merujuk pada pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul yang
terlemah menjadi dipole seketika. Pada saat tertentu, moleku-molekul dapat
berada dalam fase dipole seketika ketika salah satu muatan negative berada di
sisi tertentu. Dalam keadaan dipol ini, molekul dapat menarik atau menolak
electron lain dan menyebabkan atom lain menjadi dipole. Gaya tarik menarik yang
muncul sesaat ini merupakan gaya Van Der Waals.
Karena gaya ini sangat lemah maka zat yang
mempunyai ikatan van der waals akan mempunyai titik didih yang sangat rendah.
Meskipun demikian gaya van der waals bersifat permanen dan lebih kuat dari gaya
london. Contoh gaya van der waals terdapat pada senyawa hidrokarbon. Gaya
ini dibagi menjadi dua, yaitu gaya London dan gaya tarik dipol.
a. Gaya London
Gaya London (gaya dispersi) merupakan gaya
tarik- menarik antarmolekul nonpolar akibat adanya dipol terimbasyang ditimbulkan
oleh perpindahan elektron dari satu orbital ke orbital yang lain membentuk
dipol sesaat. Gaya London mengakibatkan molekul non¬polar bersifat agak polar.
Gaya London
ditemukan oleh fisikawan Jerman yang bernama Fritz London pada tahun 1928.
Jenis gaya tarik yang sangat lemah ini umumnya terjadi di antara
molekul-molekul kovalen nonpolar, seperti N2, H2, atau CH4. Gaya tarik ini
dihasilkan oleh menyurut dan mengalirnya orbital-orbital elektron sehingga
memberikan pemisahan muatan yang sangat lemah dan sangat singkat di sekitar
ikatan. Gaya London meningkat seiring bertambahnya jumlah elektron. Gaya London
juga meningkat seiring bertambahnya massa molar zat, sebab molekul yang
memiliki massa molar besar cenderung memiliki lebih banyak elektron. Adanya percabangan
pada molekul akan menurunkan kekuatan gaya London, sebab adanya percabangan
akan memperkecil area kontak antarmolekul. Titik didih senyawa sebanding
sekaligus mencerminkan kekuatan gaya London.
b. Gaya Tarik
Dipol
Molekul-molekul
polar cenderung menyusun diri dengan cara saling mendekati kutub positif dari
suatu molekul dengan kutub negatif molekul yang lain. Gaya tarik-menarik ini
disebut gaya tarik dipol. Semakin besar momen dipol yang dimiliki suatu
senyawa, semakin besar gaya tarik dipol yang dihasilkan. Gaya ini lebih kuat
daripada gaya London. Oleh karena itu, molekul yang mengalami gaya tarik dipol
memiliki titik didih dan titik leleh yang lebih tinggi daripada molekul yang
mengalami gaya London (Mr hampir sama).
Klasifikasi Gaya
Van der Waals
Gaya Van Der
Walls dapat dibagi berdasarkan jenis kepolaran molekulnya, yaitu :
1. Interaksi
ion – dipole
Gaya
antarmolekul ini terjadi antara ion dan senyawa kovalen polar. Ketika
dilarutkan dalam senyawa kovalen polar, senyawa ion akan terionisasi menjadi
ion positif dan ion negatif. Ion positif akan tarik menarik dengan dipol
negatif, dan sebaliknya.
Selain gaya
ion-dipol, juga dikenal gaya ion-dipol sesaat, dimana terjadi dari interaksi antar gaya dipol-dipol terinduksi
dengan gaya ion-dipol. Jika ion dari senyawa ion berdekatan dengan molekul
nonpolar, ion tersebut dapat menginduksi dipol molekul nonpolar. Dipol
terinduksi molekul nonpolar yang dihasilkan akan
berikatan dengan ion.
Gaya Ion-dipol
Interaksi ion -
dipol merupakan interaksi (berikatan) / tarik menarik antara ion dengan
molekul polar (dipol).Interaksi ini termasuk jenis interaksi yang relatif cukup
kuat.
Contoh :
H+ + H2O → H3O+
Ag+ +
NH3 → Ag(NH3)+
Sebagai
contoh, NaCl (senyawa ion) dapat larut dalam air (pelarut
polar) dan AgBr (senyawa ion) dapat larut dalam NH3 (pelarut polar).
2. Interaksi dipol - dipol
Interaksi dipol - dipol merupakan interaksi antara sesama molekul polar
(dipol). Interaksi ini terjadi antara ekor dan kepala dimana jika
berlawanan kutub maka akan tarik-menarik dan sebaliknya. Tanda "+"
menunjukkan dipol positif, tanda "-" menunjukkan dipol negatif
Molekul seperti HCl memiliki dipol permanen karena klor lebih
elektronegatif dibandingkan hidrogen. Kondisi permanen ini, pada saat
pembentukan dipol akan menyebabkan molekul saling tarik menarik satu sama lain.
Molekul yang memiliki dipol permanen akan memiliki titik didih yang lebih
tinggi dibandingkan dengan molekul yang hanya memiliki dipol yang berubah-ubah
secara sementara.
Agak mengherankan dayatarik dipol-dipol agak sedikit dibandingkan dengan
gaya dispersi, dan pengaruhnya hanya dapat dilihat jika kamu membandingkan dua
atom dengan jumlah elektron yang sama dan ukuran yang sama pula. Sebagai
contoh, titik didih etana, CH3CH3, dan fluorometana, CH3F
adalah:
Keduanya memiliki jumlah elektron yang identik, dan ukurannya hampir sama –
seperti yang terlihat pada diagram. Hal ini berarti bahwa gaya dispersi kedua
molekul adalah sama. Titik didih fluorometana yang lebih tinggi berdasarkan
pada dipol permanen yang besar yang terjadi pada molekul karena
elektronegatifitas fluor yang tinggi.
Akan tetapi, walaupun memberikan polaritas permanen yang besar pada
molekul, titik didih hanya meningkat kira-kira 10°. Berikut ini contoh yang
lain yang menunjukkan dominannya gaya dispersi. Triklorometan, CHCl3,
merupakan molekul dengan gaya dispersi yang tinggi karena elektronegatifitas
tiga klor.
Hal itu menyebabkan dayatarik dipol-dipol lebih kuat antara satu molekul
dengan tetangganya. Dilain pihak, tetraklorometan, CCl4, adalah non
polar. Bagian luar molekul tidak seragam - in pada semua arah. CCl4hanya
bergantung pada gaya disperse.
3. Interaksi ion - dipol
terinduksi
Interaksi ion - dipol terinduksi merupakan interaksi antara aksi
ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul
netral yang menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang
berada didekatnya.Partikel penginduksi tersebut dapat berupa ion atau dipol
lain dimana kemampuan menginduksi ion lebih besardaripada kemampuan
menginduksi dipol karena muatan ion yang juga jauh lebih besar.
Interaksi ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi
relatif kecil daripada dipol permanen.
Contoh
: I- + I2 → I3
4. Interaksi dipol - dipol
terinduksi
Suatu molekul polar yang berdekatan dengan molekul nonpolar, akan dapat
menginduksi molekul nonpolar. Akibatnya. Molekul nonpolar memiliki dipol
terinduksi.
Dipol dari molekul polar akan saling tarik-menarik dengan dipol terinduksi
dari molekul nonpolar. Contohnya terjadi pada interaksi antara HCl (molekul
polar) dengan Cl2 (molekul nonpolar).
5. Interaksi
dipol terinduksi - dipol terinduksi
Mekamisme
terjadinya interaksi dipol terinduksi - dipol terinduksi :
Pasangan
elektron suatu molekul, baik yang bebas maupun yang terikat selalu bergerak
mengelilingi inti elektron yang bergerak dapat mengimbas atau menginduksi
sesaat pada tetangga sehingga molekul tetangga menjadi polar terinduksi
sesaat molekul ini pula dapat menginduksi molekul tetangga lainnya
sehingga terbentuk molekul-molekul dipol sesaat.
Fakta Yang
Menunjukkan Adanya Gaya Van der Waal
Banyak bukti
menunjukkan bahwa ada gaya tarik antara molekul,contohnya Cl2.
Cl
Cl . . . . . . . . Cl
Cl
Gaya van der waals
Gaya ini
disebut gaya van der waals dan sangat lemah dibandingkan ikatan ion dan
kovalen.Dalam molekul Cl2 terdapat ikatn kovalen dengan energi
ikatan 240 kj/mol,dan antara molekul Cl2 terdapat gaya
van der waals sebesar 21 kj/mol.
Gaya van der
waals dapat terjadi antara partikel yang sama atau berbeda .sama halnya dengan
gaya kohesi (gaya antara partikel – partikel zat yang sama ) yang di pelajari
disekolah lanjutan. Gaya ini terjadi karena adanya sifat kepolaran
partikel tersebut. Makin kecil kepolaran makin kecil pula gaya van der
waals-nya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Ikatan Van Der Waals
Gaya London ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Jumlah electron dalam atom atau
molekul
Makin besar ukuran atom atau molekul, makin besar jumlah elektron sehingga
makin jauh pula elektron terluar dari inti dan makin mudah awan elektron
terpolarisasi, serta makin besar gaya dispersi.
2. Bentuk molekul
Molekul yang memanjang/tidak bulat, lebih mudah menjadi dipole dibandingkan
dengan molekul yang bulat sehingga gaya disperse londonnya akan semakin besar.
Ikatan Van der Waals juga ditemukan pada polymer dan plastik. Senyawa ini
dibangun oleh satu rantai molekul yang memiliki atom karbon, berikatan secara
kovalen dengan berbagai atom seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan atom
lainnya. Interaksi dari setiap untaian rantai merupakan ikatan Van der Waals.
Hal ini diketahui dari pengamatan terhadap polietilen, polietilen memiliki pola
yang sama dengan gas mulia, etilen berbentuk bentuk gas menjadi cairan dan
mengkristal atau memadat sesuai dengan pertambahan jumlah atom atau rantai
molekulnya. Dispersi muatan terjadi dari sebuah molekul etilen, C2H4, yang
menyebabkan terjadinya dipol temporer serta terjadi interaksi Van der Waals. Dalam
kasus ini molekul H2C=CH2, selanjutnya melepaskan satu
pasangan elektronnya dan terjadi ikatan yang membentuk rantai panjang atau
polietilen. Pembentukan rantai yang panjang dari molekul sederhana dikenal
dengan istilah polimerisasi.
3. Kepolaran molekul
Karena Ikatan Van Der Waals muncul akibat adanya kepolaran, maka semakin
kecil kepolaran molekulnya maka gaya Van Der Waalsnya juga akan makin kecil.
4. Titik didih gas mulia adalah
helium
|
-269°C
|
|
neon
|
-246°C
|
|
argon
|
-186°C
|
|
kripton
|
-152°C
|
|
xenon
|
-108°C
|
|
radon
|
-62°C
|
Semua unsur tersebut berada pada molekul monoatomik.
Alasan yang mendasari bahwa titik didih meningkat sejalan dengan menurunnya
posisi unsur pada golongan adalah kenaikan jumlah elektron, dan juga tentunya jari-jari
atom. Lebih banyak elektron yang dimiliki, dan lebih menjauh sejauh mungkin,
yang paling besar memungkinkan dipol sementara terbesar dan karena itu gaya
dispersi paling besar. Karena dipol sementara lebih besar, molekul xenon lebih melekat (stickier)
dibandingkan dengan molekul neon. Molekul neon akan berpisah satu sama lain
pada temperatur yang lebih rendah dibandingkan molekul xenon – karena itu neon
memiliki titik didih yang lebih rendah.
D. Polarizabilitas
Pergerakan
elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul disebut polarisabilitas.
Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul akan
bertambah besar apabila molekul tersebut memiliki jumlah elektron yang semakin
besar pula. Didalam polarizabilitas memiliki aturan sebagai berikut :
Mr senyawa tinggi = suhu
tinggi = polarisabilitas tinggi
Rantai senyawa panjang dan
lurus = polarisabilitas tinggi.
E.
Gugus fungsi
Atom atau kelompok
atom yang paling menentukan sifat suatu senyawa dan merupakan ciri khas dari
suatu deret homolog kimia karbon disebut gugus fungsi. Jika
etana (C2H6) memiliki deret homolog alkana, dan satu atom H-nya digantikan
dengan gugus alkohol (—OH) maka menjadi C2H5OH. Maka, akan berdampak pada
perubahan sifat senyawa (fisis dan kimia) dari etana ke etanol (C2H5OH). Kesimpulan: gugus fungsi akan membuat sifat dan
struktur alkana berubah, tetapi masih dalam satu deret homolog.
F. EFEK INDUKSI
Induksi sifat induksi
terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan. Gejala elektrostatik
diteruskan melalui rantai karbon. Efek induksi terdiri atas dua yaitu +I
(pendorong elketron) dan –I (penarik elektron).
Menurut konvensi
gugus electron yang lebih besar dari Hydrogen merupakan efek induksi –I ,
sedangkan gugus penarik electron yang lebih lemah dari Hydrogen merupakan efek
induksi +I.
Gugus alkyl yang
terikat pada gugus fungsi senyawa organik merupakan gugus pendorong elektron,
dimana semakin besar alkyl yang terikat pada gugus fungsi akan mengakibatkan
faktor +I semakin besar.
G. Resonansi/mesomeri
Faktor
lain yang mempengaruhi kereaktifan senyawa oraganik selain efek induksi yakni
faktor mesomeri. Efek induksi tidak dapat menjelaskan pengaruh keasamaan
senyawa asam karboksilat dalam bentuk aromatic, maka factor mesomeri yang
berperan untuk menentukan keasaman senyawa asam karboksilat tersebut. Jadi
faktor induksi berperan untuk senyawa alifatik. Disamping itu juga faktor
induksi berperan terhadap sterik molekul
Efek
mesomeri identik dengan efek resonansi. Syarat resonansi adanya bentuk ikatan
tunggal-rangkap, pasangan elektron bebas, orbital kosong. Mesomeri terjadi
karena adanya perpindahan electron atau yang berhubungan dengan
kojugasi/resonansi dari subsituen yang terikat senyawa aromatis. Mesomeri
terdiri dari +M (elektron diberikan kepada sistem aromatis) dan –M (elektron
diambil/ditarik dari sistem aromatis).
+M
merupakan mesomeri dimana elektron diberikan kepada sistem aromatis atau adanya
subsituen yang terikat pada sistem aromatis yang bersifat sebagai pendorong
elektron. Misal senyawa fenol dimana gugus hidroksi yang terikat pada aromatis
merupakan +M dimana dalam bentuk struktur resonansi ion fenolat muatan negative
terstabilkan sehingga manambah kerapatan elektron pada posisi arto dan para .
Urutan reaktivitas
mesomeri +M subsituen yang terikat pada sistem aromatis adalah sebagai berikut
:
-M
merupakan mesomeri dimana elektron diambil dari sistem aromatis atau adanya
subsituen yang teriakat pada sistem aromatis yang bersifat sebagai penarik
elektron. Misal senyawa nitrobenzene dimana gugus nitro yang teriakat pada
benzen merupakan –M dimana dalam bentuk struktur resonansi nitrobenzen muatan
parsial + pada posisi arto dan para, oleh karena itu nitro benzen merupakan
pengarah meta jika direaksikan dengan subsitusi elektrofilik. Jadi adanya –M
pada sistem aromatik akan mengurangi kerapatan elektron. Contoh :
H. Hiperkonyugasi
Hiperkonjugasi disebut
juga sebagai resonansi tanpa ikatan. Hiperkonjugasi merupakan Konyugasi antara
ikatan C-H dengan elektron p, peb atau orbital kosong yang delokalisasinya
melibatkan elektron σ. Hiperkonjugasi dapat meningkatakan kestabilan molekul dengan
semakin banyaknya Hα maka suatu molekul tersebut akan semakin stabil. Efek dari
hiperkonjugaasi ini yaitu perubahan dari suatu ikatan C-H menjadi ikatan C=C
atau C≡C oleh Hα.
Hiperkonjugasi di atas dapat dipandang sebagai
overlap antara orbital σ ikatan CH dengan orbital π ikatan C=C, analog dengan
overlap π-π.
I.Tautomeri
Tautomer merupakan
suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam dan dapat
berada dalam dua bentuk yaitu tautomer keto dan sebuah tautomer enol. Sedangkan
tautomeri adalah perpindahan atom dalam satu molekul menjadi isomer. Di dalam
peristiwa tautomeri ada proton yang berpindah dari satu atom dalam satu molekul
ke atom yang lain menjadi molekul lain. Bentuk tautomeri yang paling
umum adalah tautomeri antara senyawa karbonil yang mengandung hidrogen-α
dengan bentuk enolnya.
Bentuk keto berbeda dari bentuk
enol dalam hal pemilikan ikatan C-H, C-C, dan C=O, di mana enol mempunyai
ikatan C=C, C-O, dan O-H. Jika R mengandung ikatan rangkap yang dapat
berkonjugasi dengan ikatan rangkap enol, jumlah enol menjadi besar dan bahkan
bisa menjadi dominan. Ester mempunyai enol yang lebih banyak daripada keton.
Keberadaan enol sangat dipengaruhi oleh pelarut, konsentrasi, dan suhu.
J. Regangan Ruang
Regangan ruang adalah besarnya regangan pada
struktur senyawa kimia berbentuk siklik untuk menunjukkan seberapa besarnya
regangan ruang dari cicin siklik tersebut. Dimana tabel data mengenai regangan
ruang dapat dilihat pada tabel berikut :
“teori regangan Baeyer” (Baeyer’s strain theory). Menurut teori ini, senyawa siklik seperti halnya sikloalkana membentuk cincin datar. Bila sudut-sudut ikatan dalam
senyawa siklik menyimpang
dari sudut ikatan tetrahedral (109,) maka molekulnya mengalami Regangan. Contoh Sikloalkana, Makin besar penyimpangannya terhadap sudut ikatan
tetrahedral, molekulnya makin regang, dan berakibat molekul tersebut makin
reaktif. Sikoalkana memiliki kereaktifan yang sangat mirip
dengan alkana, kecuali untuk sikloalkana yang sangat kecil – khususnya
siklopropana.
Daftar Pustaka
http://www.pelajaransekolahonline.com/2016/31/penjelasan-gaya-van-der-waals-dan-ikatan-hydrogen.html
http://kampungilmu-fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail-116245-Kimia%20Organik-SIFAT%20INTRAMOLEKULAR.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar